Pendidikan Luar
Sekolah
- Kita menyadari bahwa SDM kita masih rendah, dan tentunya kita masih punya
satu sikap yakni optimis untuk dapat mengangkat SDM tersebut. Salah satu pilar
yang tidak mungkin terabaikan adalah melalui pendidikan nonformal atau lebih dikenal dengan PLS.
Seperti
kita ketahui, bahwa rendahnya SDM kita tidak terlepas dari rendahnya tingkat
pendidikan masyarakat, terutama pada usia sekolah. Rendahnya kualitas SDM
tersebut disebabkan oleh banyak hal, misalnya ketidakmampuan anak usia sekolah
untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, sebagai akibat dari
kemiskinan yang melilit kehidupan keluarga, atau bisa saja disebabkan oleh oleh
angka putus sekolah, hal yang sama disebabkan oleh factor ekonomi
Oleh
sebab itu, perlu menjadi perhatian pemerintah melalui semangat otonomi daerah
adalah mengerakan program PLS
tersebut, karena UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
secara lugas dan tegas menyebutkan bahwa PLS
akan terus ditumbuhkembangkan dalam kerangka mewujudkan pendidikan berbasis
masyarakat, dan pemerintah ikut bertanggungjawab kelangsungan PLS sebagai upaya
untuk menuntaskan wajib belajar 9 tahun.
Rencana
Strategis untuk mendukung penyelenggaraan PLS menurut Isjoni (2004) baik untuk
tingkat propinsi maupun kabupaten kota adalah :
1.
Perluasan pemerataan dan jangkauan pendidikan anak usia dini;
2.
Peningkatan pemerataan, jangkauan dan kualitas pelayanan Kejar Paket A setara
SD dan B setara SLTP;
3.
Penuntasan buta aksara melalui program Keaksaraan Fungsional;
4.
Perluasan, pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan perempuan (PKUP),
Program Pendidikan Orang tua (Parenting);
5.
Perluasan, pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan berkelanjutan melalui
program pembinaan kursus, kelompok belajar usaha, magang, beasiswa/kursus; dan
6.
Memperkuat dan memandirikan Pendidikan Keterampilan Berbasis Masyarakat (PKBM)
yang telah melembaga saat ini di berbagai daerah.
Selain
itu menurut Isjoni (2004), dalam kaitan dengan upaya peningkatan kualitas dan
relevansi pendidikan, maka program PLS lebih berorientasi pada kebutuhan pasar,
tanpa mengesampingkan aspek akademis. Oleh sebab itu Program PLS mampu
meningkatkan pengetahuan, keterampilan, profesionalitas, produktivitas, dan
daya saing dalam merebut peluang pasar dan peluang usaha, maka yang perlu
disusun Rencana strategis adalah :
1.
Meningkatkan mutu tenaga kependidikan PLS;
2.
Meningkatkan mutu sarana dan prasarana dapat memperluas pelayanan PLS, dapat
meningkatkan kualitas proses dan hasil;
3.
Meningkatkan pelaksanaan program kendali mutu melalui penetapan standard
kompetensi, standard kurikulum untuk kursus;
4.
Meningkatkan kemitraan dengan pihak berkepentingan (stakholder) seperti Dudi,
asosiasi profesi, lembaga diklat; serta
5.
Melaksanakan penelitian kesesuain program PLS dengan kebutuhan masyarakat dan
pasar. Demikian pula kaitan dengan peningkatan kualitas manajemen pendidikan.
Strategi PLS dalam rangka era
otonomi daerah, maka rencana strategi yang dilakukan adalah :
1.
Meningkatkan peran serta masyarakat dan pemerintah daerah;
2.
Pembinaan kelembagaan PLS;
3.
Pemanfaatan/pemberdayaan sumber-sumber potensi masyarakat;
4.
Mengembangkan sistem komunikasi dan informasi di bidang PLS;
5.
Meningkatkan fasilitas di bidang PLS
Sasaran PLS lebih memusatkan
pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan berkelanjutan, dan
perempuan. Selanjutnya PLS harus mampu membentuk SDM berdaya saing tinggi, dan
sangat ditentukan oleh SDM muda (dini), dan tepatlah PLS sebagai alternative di
dalam peningkatan SDM ke depan. PLS menjadi tanggung jawab masyarakat dan
pemerintah sejalan dengan Pendidikan Berbasis Masyarakat, penyelenggaraan PLS
lebih memberdayakan masyarakat sebagai perencana, pelaksanaan serta pengendali,
Pemerintah daerah propinsi, kabupaten dan kota secara terus menerus memberi
perhatian terhadap PLS sebagai upaya peningkatan SDM, dan PLS sebagai salah
satu solusi terhadap permasalahan masyarakat, terutama anak usia sekolah yang
tidak mampu melanjutkan pendidikan, dan anak usia putus sekolah..
Model Pendidikan
Luar Sekolah
Dalam
beberapa tahun terakhir, homeschooling
(HS) merebak di beberapa kota di Indonesia. Tak hanya untuk kalangan
berada, sekolah rumah itu juga bakal bisa diterapkan terhadap keluarga tak
mampu. Belum ada data pasti berapa jumlah anak yang belajar atau bersekolah di
rumah alias ber-homeschooling di Indonesia. Namun, saat ini kian banyak orang
tua yang berminat memberikan pembelajaran di rumah. Apalagi HS sebagai salah
satu pendidikan alternative sudah terakomodasi dalam Sistem Pendidikan
Nasional.
Undang-Undang
Sisdiknas pasal 27 ayat 1 Di sana disebutkan, “Kegiatan pendidikan informal
yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara
mandiri”. Ayat 2 menyebutkan, “Hasil pendidikan sebagaimana dimaksud ayat 1
diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus
ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan”. Melalui payung hukum itu,
mereka yang belajar di rumah sudah tak perlu was-was tentang legalitas sistem
pembelajaran mereka.
Namun
demikian, citra homeschooling di masyarakat masih beragam. Sebagian menganggap
homeschooling mahal. Pasalnya, berbagai macam fasilitas harus dipenuhi sendiri.
Misalnya alat-alat laboratorium yang jamaknya disediakan sekolah. Menanggapi
hal itu, Daniel M. Rosyid, ketua Dewan Pendidikan Jawa Timur dalam artikel
Pontianak Post Online (Andriayani, 2007), menegaskan bahwa siapa pun dapat
ber-homeschooling. Menurutnya, model pendidikan rumah itu justru hadir bagi
mereka yang tak mampu dalam hal finansial. Misalnya, keluarga miskin (gakin).
Sebab, anak-anak miskin tidak perlu mengeluarkan ongkos seragam sekolah, SPP,
maupun uang gedung. Dengan demikian, jatuhnya biaya lebih murah dibandingkan
pendidikan formal.
Peranan Teknologi
Pendidikan dalam Pendidikan Luar Sekolah
Perlunya
Perubahan Paradigma Pendidikan Luar Sekolah
Bagi
negara maju dan negara berkembang, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
serta sistem informasi yang begitu cepat mendorong berbagai aspek, khususnya
sistem pendidikan untuk mengubah visi, misi dan strateginya secara
revolusioner. Revolusi pendidikan berarti secara totalitas menjabarkan konsep
Teknologi Pendidikan (TP) dalam berbagai bentuk dan tingkatan implementasinya,
sehingga efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya yang ketersediannya
sangat terbatas dapat tercapai, dan pendidikan yang sesuai dengan kebituhan
masyarakat dapat disediakan.
Indikator yang
menunjukan bahwa PLS merupakan sumber ekonomi pendidikan, :
1.
Tingkat efisiensi dan efektifitas PLS sangat tinggi, karena hampir semua PLS
dirancang dan dilakukan berdasarkan kebutuhan masyarakat
2.
Secara fungsional, kaitan PLS dengan pendidikan jalur sekolah adalah sebagai
substitusi, suplemen dan komplemen pendidikan sekolah.
3.
Lulusan PLS baik yang berasal dari pengangguran, pegawai yang ingin
meningkatkan profesi dan keterampilannya menjadikan mereka dapat bekerja di
dalam negeri dan luar negeri
4.
Siswa dari jalur sekolah yang kemampuan akademik dan keterampilan kejuruannya
belum memadai, setelah mengikuti kursus teretntu menjadi siswayangberprestasi
5.
Para penyelenggara PLS dapat memperoleh keuntungan dan dapat memperkerjakan
cukup banyak pegawai untuk mengelola lembaga PLS , dan mereka merupakan swadaya
murni masyarakat tanpa bantuan pemerintah.
Masalah Penerapan
Teknologi Pendidikan dalam Pendidikan Luar Sekolah
Media
massa khususnya TV dan media cetak mestinya lebih banyak atau dapat
dimanfaatkan untuk program-program pendidikan, yang secara tidak langsung
merupakan penerapan TP dalam PLS.
Selain
media massa, tutorial merupakan salah satu metode pembelajaran yang sudah
dilakukan sejak zaman dulu kala. Belajar pada jalur PLS lebih menekankan pada
peran belajar tutorial, kelompok dan mandiri sebagai satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dan secara konseptual sangat positif. Namun karena tutor bukan
seseorang yang secara khusus dididik sebagai tutor, tetapi guru yang merangkap
tutor, sehingga meraka memiliki keterbatasan dalam pemahaman dirinya sebagai
tutor.
Program Paket A
setara SD dan Paket B setara SLTP dan paket C setara SLTA juga semakin
kehilangan pamornya, karena semakin sedikit warga masyarakat yang tidak
bersekolah di SD dan SLTP yang tertarik menjadi peserta belajar di kedua
program tersebut. Satu-satunya program PLS yang sangat dinamis dalam
perkembangan kebutuhan masyarakat, ilmu pengetahuan den teknologi ialah
kursus-kursus yang diselenggarakan masyarakat. Bahkan sekarang banyak lembaga
kursus yang berkerjasama dengan negara lain dan telah menyusun standar
kompetansi internasional, sehingga tamatannya diakui oleh negara tersebut dan
dapat bekerja di negara asing lainya.
0 komentar:
Posting Komentar
Selamat datang di blog kami, jika anda berkenan silahkan tinggalkan komentar. Terima kasih.